Kun, Fayakun

Kali ini aku akan bercerita pengalaman pribadi yang menurutku istimewa yang semoga bisa diambil hikmahnya dibalik cerita. 
Suatu hari di bulan Maret tahun 2016. Saat itu aku lupa hari apa, tapi bukanlah weekend. Malam sebelum kejadian, aku tak bermimpi buruk apapun tentng kejadian ini, bahkan beberapa menit sebelum kejadian pun aku tak merasakan firasat apapun. Aku merasa hari hariku berjalan biasa tanpa rasa sedih. 
Kala itu, sore hari tepatnya. Aku bersama sejumlah temanku sedang bertugas sebagai guru TPA di sebuah masjid, kota di mana aku kuliah. Ya, kami kerap menyebutnya sebagai 'caberawit' karena usianya yang masih terpaut anak-anak. Sudah beberapa hari memang, kami bertugas di sana menikmati indahnya dunia anak-anak. Tidak ada yang berbeda di hari itu, karena semua berjalan seperti biasanya aku mengajar mereka. Tak jarang sesekali mereka bertingkah rewel yang kerap menguji kesabaran kita sebagai kakak yang usianya terpaut di atasnya. 'Bukan anak kecil kalau mereka ngga seperti itu', kalimat penyejuk sebagai penghibur jika mulai kewalahan mengatur mereka. Mungkin karena aku tak cukup ilmu tentang usia anak-anak, jadi sering kali aku merasa kewalahan dan terus belajar dari mereka. 
Yap, oke lanjut guys. Singkat cerita, pembelajaran caberawit kala itu berakhir pukul 5,ntah tepat ataupun tidak aku tak memperhatikan. Yang pasti, aku selalu menyuruh diriku untuk sekalian menunaikan ibadah sholat maghrib, karena memang waktu yang tak berjarak jauh dari bubarnya kelas caberawit. 
Tak ada hal yang aneh, ataupun menaruh curiga pada suasana di sana. Aku percaya dengan lingkungannya, karena memang tergolong aman, sekalipun belum pernah kejadian kejatahan yang merugikan si pemilik. Aku memang pendatang di situ, seharusnya aku lebih waspada terhadap sekitar. Namun, kepercayaanku mengalahkan rasa curigaku. Tatkala aku sedang pergi ke kamar mandi untuk mempersiapkan ibadahku, aku memang meninggalkan tas ku di dalam masjid dan aku melihat ada orang yang sedang duduk di emperan masjid yang ku anggap ia pun menunggu adzan berkumandang. Tak lama di kamar mandi, aku pun melangkahkan kaki ku ke masjid dan semua baik-baik saja, tak ada hal yang aneh terjadi. 
Sesegera aku memakai mukenaku karena tak lama adzan telah berkumandang. Layaknya jamaah yang lain, kita kompak untuk memanfaatkan waktu istimewa setelah adzan erkumandang. Dan masih dalam situasi yang biasa-biasa saja, tak ada yang aneh. 
Lima belas menitan berlalu dari adzan, maka tibalah untuk sholat berjamaah di mulai. Kala itu memang aku sudah terbiasa menaruh tasku dibagian belakang di mana aku sholat. Sekali lagi bukan karena teledor, tapi karena aku telah menaruh percaya pada situasi yang memang aman. 
Tak sengaja ketika ku tengokan pandanganku ke belakang seusai salam sholat. Dan terkejutnya aku, bercampur dengan kepanikan yang cukup memuncak. 'Tasku hilang?', kagetku dengan panik. 
Sesegera aku beranjak dari tempat duduk ku dan mencari keberadaan tasku. Tak ada yang berharga kecuali dompet beserta penghuni-penghuninya. Aku cari kemana mana tasku, karena tas kawanku aman. Kepanikan mulai memuncak sepuncak puncaknya ketika ku jelajahi tiap sudut masjid hingga bawah tangga dan jalan-jalan menuju keluar namun hasilnya nihil. Takut, cemas, khawatir, sedih campur aduk, bagaimana tidak, segala identitas yang ku punya ada di tas itu, bahkan stnk beserta kunci motor. Ketakutanku semakin nambah lagi ketika aku harus mengabari keluargaku di rumah tentang kejadian yang menimpaku sebagai anak rantau. Untungnya, ayahku tak marah sedikit pun tentang musibah yang mengenaiku, toleransi ayahku yang pengertian bahwa itu kehilangan dalam jalan Alloh yang disebut sebut sebagai sabilillah.
Pengertian ayahku menenangkanku lagi atas kejadian ini. 'Ya sudah nda apa apa, Nduk. Insya Alloh nanti diganti sama Alloh, jangan lupa istirja', begitu ayahku menenangkanku. Ku usap perlahan air mataku. Tangan erat kawanku kala itu mencoba mengusapku berharap aku bisa sabar dengan kesandarkan kepalaku di bahunya. Banyak yang mencoba untukku menenangkanku kala itu, termasuk guruku.
Sesaat setelah tukang kunci yang dipanggil untuk membuat kunci cadangan motor yang kubawa, aku pun pulang. Sesak rasanya, bagaimana tidak, aku berangkat dengan menggendong tas dan pulang tanpa membawa apapun di pundakku. Sesampainya aku di kosan, aku menuju kamar sepupuku yang tak jauh dari kamarku. Ku pinjam HP nya untuk memberi tahu keluargaku tuk menghubunginya melalui nomor itu. Tak lama, langsung ku coba menelepon pihak bank untuk segera memblokir atm.
Keesokan harinya ku mulai rutinitasku seperti biasa, kuliah. Ku ceritakan pada sahabat-sahabatku di kampus, berharap bisa memaklumiku karena tak ada alat komunikasi yang aku punya. Sesegera mungkin aku melapor ke pihak kepolisian dan mengurus segala bentuk identitas yang hilang. Hingga akhirnya aku pulang ke kampung untuk mengurusnya dari awal sampai akhirnya aku bisa memiliki identitas diri.
Hari demi hari berjalan seperti biasa, kejadian itu pun mengharuskanku untuk memiliki alat komunikasi yang baru, dan segera move on dari musibah yang telah menimpaku. Rutinitasku dalam keseharian mampu mengalihkanku dari kejadian itu, dan perlahan mulai benar-benar move on.
Pada akhirnya, kejutan-kejutan silih berganti di tanggal kelahiranku. Aku semakin merasakan hangatnya keluarga di kota rantau. 'Kalau seperti ini, tak ada alasan untuk aku bersedih dengan apa-apa yang telah ataupun akan kuhadapi',bisikku dalam hati. Di senja itu, kakakku meneleponku tuk mengucapkan sepatah dua patah kata sebagai do'a.
Dan di akhir ia meneleponku ia memberiku suatu kabar.
'Ada kabar buatmu, dik',katanya.
'Kabar apa, Kak? ', jawabku penasaran.
'Mmm tapi kamu jangan kaget dan jangan nangis ya, dik', jawabnya nada lirih seperti sedih. Seketika itu pikiranku kacau bukan main, aku kepikiran ayah dan ibuku yang memang saat itu belum komunikasi dengan mereka?
Tadi ada yang kirim paketan ke rumah, karena aku penasaran sama isinya, akhirnya aku buka. Daan ternyataaa isinya adalah dompet beserta semua kartu identitasmu yang terlalu lama hilang', tanya kakakku dengan senang.
'Wah iya? Bener kak?', jawabku kaget.
'Iya, aku juga kaget, kok bisa tiba-tiba ada paketan datang ke rumah. '
'Alhamdulillah ya Alloh'.
Aku terharu karena begitu hebatnya Alloh dengan segala bentuk rencananya yang mengejutkan hati. Hati ini lagi-lagi tersenggol olehNya melalui kisah ini, sama halnya kisah yang membuatku menangis ketika motor yang hilang Alloh kembalikan lagi padaku pada tanggal dan bulan yang sama. Maha hebat Alloh, liar biasa rencanaNya. Begitulah Alloh yang mungkin menggugah kita untuk perhatian terhadaNya ketika kita lalai dalam kesibukan. Tak ada hal yang mustahil, ketika kita mencoba memasrahkan segala urusan padaNya, lalu Ia berkehendak. Begitu romantisnya Tuhan kita yang berusaha mengembalikan kita untuk ingat dan perhatian denganNya.

Sekian kisah pengalamanku, semoga bisa bermanfaat dan menjadikan kita untuk selalu dekat denganNya dalam kondisi apapun.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Matematika di India

Matematika sebagai Ilmu Deduktif

Hilangkan Baper