Kurikulum 1984


Kurikulum 1984

            Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Oleh sebab itu moodel pembelajaran ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL).
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL) bukan merupakan hal baru dalam kegiatan pengajaran di sekolah. Namun dalam pelaksanaannya kadang suatu proses belajar mengajar di dalam kelas masih belum memperlihatkan kadar keaktifan siswa yang tinggi. Keaktifan siswa itu sendiri ada bebagai macam, misalnya mendiskusikan suatu masalah, membuat suatu benda, menulis laporan studi, dll. Semua keaktifan siswa tersebut mempunyai karakteristik, yaitu keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar, asimilasi kognitif dalam pembentukan pengetahuan, berpengalan langsung dalam pembentukan keterampilan, serta internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai.
Dengan kata lain, keaktifan dalam rangka CBSA menunjuk kepada keaktifan mental, meskipun untuk mencapai maksud ini dalam banyak hal dipersyaratkan keterlibatan langsung dalam berbagai bentuk keaktifan fisik (T. Raka Joni, 1980 halaman 2). T. Raka Joni juga menjelaskan bahwa salah satu cara untuk meninjau derajat ke CBSA an ini adalah dengan mengkonsepsikan rentangan antara dua kutub gaya mengajar, yaitu instructor-centered instructiondan student-centered instruction.
Adapun alasan pokok CBSA sangat perlu untuk dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar :
a.       Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat, menyebabkan guru tidak mungkin menjadi satu-satunya sumber belajar sehingga guru harus mampu membimbing siswa untuk menemukan fakta dan informasi yang kemudian harus diolah dan dikembangkan.
b.      Dengan CBSA berarti siswa menhayati hal-hal yang dipelajari secara langsung, melalui berbagai bentuk kegiatan nyata.
c.       Dengan CBSA kreativitas siswa terbina dan dikembangkan secara kontinyu.
d.      Melalui CBSA perbedaan (individual deverences) pada diri siswa dapat diperhatikan oleh guru.
e.       Dengan CBSA seluruh aspek pribadi siswa dapat dilibatkan sehingga membantu perkembangan kehidupan siswa seutuhnya.
Dalam melaksanakan CBSA perlu dipilih metode-metode mengajar yang mendukung dan menjamin keaktifan siswa. Pada Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) telah tercantum beberapa alternatif metode mengajar yang diharapkan mampu menunjang belajar aktif siswa dengan memperhatikan keterampilan proses.
Secara garis besar, metode-metode tersebut adalah :
a.       Metode penugasan
Guru memberikan tugas individu atau kelompok untuk melatih keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas dan berdiskusi dalam kelompok.
b.      Metode eksperimen
Bertujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sehingga siswa dapat terlatih dalam cara berpikir yang ilmiah karena siswa dapat menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang dipelajarinya.
c.       Metode proyek
Bertujuan untuk menyalurkan minat siswa yang berbeda-beda, baik minat yang berhubungan langsung dengan pelajaran disekolah atau hala yang menyangkut penggunaan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari.Misalnya, sekelompok siswa yang tertarik dengan teknik radio dapat memilih proyek pembuatan sebuah pesawat penerima sederhana dan sekelompok siswa yang tertarik dengan cara-cara peetasan telyr secara listrik dapat memilih proyek pembuatan alat penetasan.



d.      Metode widyawisata
Melakukan studi di luar kelas atau di luar sekolah lalu siswa diminta untuk membuat laporan dan mengumpulkannya dalam jangka waktu tertentu.
e.       Metode bermain peran
Merupakan cara yang digunakan guru dalam proses pembelajaran dalam memberikan suatu topik atau masalah yang dipecahkan oleh peserta didik dengan memainkan peran dalam hal ini terkait dengan pembelajaran.
f.       Metode demonstrasi
Adalah  metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan aturan melakukan sesuatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan (Muhibbin Syah, 2000)
g.      Metode sosio drama
Suatu metode pembelajaran dengan memerankan tingkah laku di dalam hubungan sosial.
h.      Metode pemecahan masalah
Dalam pengajaran di kelas, guru memancing siswa dengan mengutarakan suatu persoalan lalu siswa dimimta untuk memecahkannya.Persoalan tersebut dapat dibuat oleh guru, suatu fenomena atau persoalan sehari-hari yang dijumpai siswa.
i.        Metode tanya jawab
Guru membuka sesi tanya jawab setelah menjelaskan suatu materi dan memberikan ruang untuk siswa saling tanya jawab.
j.        Metode latihan
Guru memberikan latihan berupa soal setelah menjelaskan materi.
k.      Metode ceramah
Guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa dan siswa memperhatikannya.
l.        Metode bercerita
Guru menjelaskan materi kepada siswa dalam bentuk cerita pengalaman pribadi atau pengalaman orang lain



m.    Metode pameran
Pihak sekolah memberikan wadah bagi siswa untuk menyalurkan karyanya.Misalnya dengan mengadakan pameran setiap akhir semester genap.Pameran tersebut bisa diselenggarakan di aula sekolah dengan tema tertentu unttuk memajang karya siswa.

Isi Pembelajaran Kurikulum CBSA
Setiap kurikulum memiliki sistem pembelajaran yang saling berbeda.Pada kurikulum CBSA, isi pembelajaran dirancang melalui kebijakan-kebijakan yang disesuaikan dengan kurikulum agar tujuan akhir dari pembelajaran pada kurikulum ini tercapai.Adapun kebijakan-kebijakan dalam penyusunan kurikulum 1984 adalah sebagai berikut.
1.      Adanya perubahan dalam perangkat mata pelajaran inti. Kalau pada  Kurikulum 1975 terdapat delapan pelajaran inti, pada Kurikulum 1984 terdapat enam belas mata pelajaran inti. Mata pelajaran yang termasuk kelompok inti tersebut adalah : Agama, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia, Geografi Indonesia, Geografi Dunia, Ekonomi, Kimia, Fisika, Biologi, Matematika, Bahasa Inggris, Kesenian, Keterampilan, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Sejarah Dunia dan Nasional.
2.      Penambahan mata pelajaran pilihan yang sesuai dengan jurusan masing-masing.
3.      Perubahan program jurusan. Kalau semula pada Kurikulum 1975 terdapat 3 jurusan di SMA, yaitu IPA, IPS, Bahasa, maka dalam Kurikulum 1984 jurusan dinyatakan dalam program A dan B. Program A terdiri dari.
a.       A1, penekanan pada mata pelajaran Fisika
b.      A2, penekanan pada mata pelajaran Biologi
c.       A3, penekanan pada mata pelajaran Ekonomi
d.      A4, penekanan pada mata pelajaran Bahasa dan Budaya.
Sedangkan program B adalah program yang mengarah kepada keterampilan kejuruan yang akan dapat menerjunkan siswa langsung berkecimpung di masyarakat. Tetapi mengngat program B memerlukan sarana sekolah yang cukup maka program ini untuk sementara ditiadakan.
4.      Pentahapan waktu pelaksanaan. Kurikulum 1984 dilaksanakan secara bertahap dari kelas I SMA berturut tahun berikutnya di kelas yang lebih tinggi.

Penilaian dan Ujian pada Kurikulum CBSA
Sesungguhnya, pelaksanaan sistem ujian sekolah sesuai dengan rencana pembaharuan pendidikan Depdikbud yang disusun dalam era Menteri Dr. Syarib Thayeb akan diteruskan dengan didukung oleh sistem kurikulum yang dikembangkan melalui Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP). Proyek ini pada 1981 telah dinilai telah dinilai melalui proses evaluasi yang komperhensif dan disimpulkan sebagai efisien, efektif, dan relevan. Sestem PPSP ini menganut model belajar tuntas, belajar mandiri, yang dilengkapi dengan self-learning material berbentuk modul, yang penilaiannya dilakukan terus-menerus, komprehensif, dan maju berkelanjutan (continuos progress). Tetapi karena dinilai terlalu mahal, pada era Menteri Nugroho Notosusanto penyebaran (diseminasi) sistem kurikulum PPSP ini dihentikan dan dibatalkan. Kemudian lahirlah kurikulum 1984. Kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984 dengan didukung sistem ujian yang dikenal dengan Ebtanas.
Berbeda dengan ujian negara yang menentukan kelulusan seseorang untuk melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya, nilai Ebtanas yang diselenggarakan secara nasional digabungkan dengan nilai dari sekolah untuk memperoleh tanda tamat belajar. Karena itu, setiap lulusan memiliki dua surat keterangan, yaitu STTB (Surat Tanda Tamat Belajar) dan NEM (Nilai Ebtanas Murni) yang menggambarkan hasil Ebtanas. Karna sejak 1969 tendensi setiap sekolah dan wilayah adalah “minimize” jumlah yang tidak lulus, manipulasi angka hasil ujian sekolah tak terhindarkan. Akibatnya Ebtanas hanya dijadikan informasi tentang tingkat penguasaan pelajaran para peserta didik. Sayangnya, informasi yang berharga ini kurang digunakan untuk melakukan diagnosis untuk terus menyempurnakan program pembelajaran di sekolah-sekolah.
Pada 1984, diterapkan teori yang lebih hebat. Jika tujuan mengajar dibuat serinci-rincinya dan disertai pembakuan cara mengajar, maka diyakini kualitas output-nya pun akan terkendali. Sebab itu, kurikulum 1984 sangat rinci. Bahkan bentuk soal ulangan untuk setiap sub-pokok bahasan pun distandardisasikan secara nasional.
Yang penting bukan standar nasional ujiannya, tetapi cara mengajarnya. Kurikulum ini melahirkan banyak sekali proyek, mulai dari yang berkenaan dengan apsek gaya mengajar sampai kepada pembakuan alat-alat mengajar. Bahkan gaya "Cara Belajar Siswa Aktif" (CBSA) begitu populernya sampai-sampai setiap buku pelajaran berlabel CBSA.
Ebtanas tetap dilanjutkan pada kurikulum 1984 ini. Bahkan diciptakan rumus PQR yang terkenal itu, di mana kelulusan ditentukan oleh gabungan dari hasil evaluasi guru (nilai rapor) dan hasil ebtanas. Maksudnya, agar nilai ebtanas (NEM) sering dijadikan alat seleksi masuk ke SLTP dan SLTA.
Karakteristik Kurikulum CBSA
Kurikulum CBSA memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.      Berorientasi kepada tujuan instruksional.
Hal ini didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
2.      Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA).
                        CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.



3.      Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral.
Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran.Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
4.      Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.
Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pemahaman, alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
5.      Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa.
Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan.Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
6.      Menggunakan pendekatan keterampilan proses.
Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses dilakukan secara efektif dan efesien dalam upaya mencapai tujuan pelajaran.
Namun menurut Joni (1992) mengungkapkan bahwa sekolah yang menerapkan CBSA dengan baik memiliki karakteristik antara lain :
1.      Pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa, sehingga siswa berperan aktif dalam mengembangkan cara-cara belajar mandiri, siswa berperan serta pada perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian proses belajar, pengalaman siswa lebih diutamakan dalam memutuskan titik tolak kegiatan.
2.      Guru adalah pembimbing dalam terjadinya pengalaman belajar, guru bukan satu-satunya sumber informasi, guru merupakan salah satu sumber belajar yang memberikan peluang bagi siswa agar dapat memperoleh pengetahuan/keterampilan melalui usaha sendiri, dapat mengembangkan motivasi dari dalam dirinya, dan dapat mengembangkan pengalaman untuk membuat suatu karya.
3.      Tujuan kegiatan tidak hanya untuk sekedar mengajar standar akademis. Selain pencapaian standar akademis, kegiatan ditekankan untuk mengembangkan kemampuan siswa secaara utuh dan setimbang.
4.      Pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa, dan memperhatikan kemajuan siswa untuk menguasai konsep-konsep dengan mantap.
5.      Penilaian, dilaksanakan untuk mengamati dan mengukur kegiatan dan kemajuan siswa, serta mengukur berbagai keterampilan yang dikembangkan misalnya keterampilan berbahasa, social, matematika, IPA, dan keterampilan lainnya, serta mengukur hasil belajar siswa.

Pembelajaran Matematika di Kurikulum 1984
Pada era 1980-an pembelajaran matematika pada waktu itu sedang mengalami gerakan revolusi matematika. Pembelajaran matematika saat itu ditandai dengan kemajuan teknologi yang mutakhir seperti kalkulator dan komputer. Tahun 1984 pemerintah melaunching kurikulum 1984 untuk mengimbangi kemajuan tersebut. Contohnya saja dalam kurikulum ini siswa di sekolah dasar diberikan materi aritmatika sosial, sementara untuk siswa sekolah menengah atas diberi materi baru seperti komputer. Ditambah lagi dengan kebijakan untuk menambahkan kegiatan yang menggunakan kalkulator dan komputer pada buku paket yang digunakan.
Pada dasarnya Kurikulum 1984 tidak jauh berbeda dengan Kurikulum 1975. Kurikulum Matematika 1984 disajikan kepada siswa SD hingga Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMTA) lebih berkaitan satu sama lainnya (Depdikbud, 1987). Dengan demikian diharapkan agar kesenjangan ataupun tumpang tindih antara matematika SD dan Sekolah Menengah (SM) dapat teratasi. Pada kurikulum 1975 materi yang diajarkan cenderung padat,sehingga di kurikulum baru ini terjadi pengurangan-pengurangan materi terutama dalam pengulangan yang dirasakan tidak perlu, konsep-konsep yang tidak mendasar, penyesuaian topik dengan perkembangan kemampuan siswa. Akan tetapi di kurikulum baru tersebut juga mengalami penambahan sesuai dengan perkembangan yang sedang terjadi di masa itu. Bahan-bahan baru tersebut antara lain permainan geometri, aritmetika sosial untuk SD, geometri ruang untuk SM, dan pengenalan komputer untuk SMA.
Pembelajaran matematika pada kurikulum 1984 menggunakan teori belajar yang tidak jauh berbeda dengan kurikulum sebelumnya, teori belajar yang digunakan pada pengajaran matematika kurikulum 1984 ini lebih bersifat campuran antara teori pengaitan dari Thorndike, aliran psikologi perkembangan seperti teori Piaget, dan aliran tingkah laku seperti milik Skinner dan Gagne.
Pelaksanaan pembelajaran matematika pada kurikulum 1984 antara lain sebagai berikut :
1.      Khusus untuk mata pelajaran matematika di SD, materi matematikanya difokuskankepada peningkatan keterampilan melakukan operasi hitung secara mencongak.
2.      Kurikulum Matematika 1984 lebih memperhatikan perkembangan kemampuan siswa, namun dalam pembelajaran penyajian matematika terlalu cepat menuju bentuk formal (abstrak) matematika.
3.      Pembelajaran matematika dalam Kurikulum 1984 lebih didominasi oleh pendekatan deduktif serta metode ekspositori, demonstrasi, dan pemberian tugas.
4.      Kegiatan pembelajaran lebih bersifat top-down, dilakukan melalui pemberian definisi, penjelasan konsep, pemberian contoh soal dan latihan.
5.      Masalah matematika atau lebih dikenal dengan soal cerita atau soal aplikasi biasanya diberikan setelah konsep matematika dipahami siswa.
6.      Penggunaan CBSA lebih pada aspek reinforcement.
7.      Kurikulum Matematika 1984 memperhatikan keruntutan materi pelajaran namun belum memadukan antarkonsep (intertwining) matematika.
Penilaian matematika dalam Kurikulum 1984 juga dilakukan dalam ulangan harian (formatif), ulangan tengah semester (subsumatif), ulangan akhir semester (sumatif), EBTA, dan EBTANAS. Ulangan harian dan semester dilakukan oleh guru dan dijadikan sebagai dasar bagi pemberian nilai dalam rapor dan kenaikan kelas, sedangkan EBTA dilakukan oleh sekolah untuk mata pelajaran yang tidak di-EBTANAS-kan, sedangkan EBTANAS dikoordinasikan secara nasional oleh Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai dasar penentuan kelulusan. Bentuk soal yang digunakan adalahsoal uraian dan pilihan ganda.  Bentuk soal uraian biasa digunakan dalam ulangan harian, sedangkan bentuk soal pilihan ganda terutama digunakan dalam EBTANAS.
Buku-buku yang digunakan dalam pembelajaran di kurikulum ini sudah terbitan departemen P dan K. Beberapa contoh buku yang digunakan saat masa itu :
 





 

Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum CBSA
Dalam pelaksanaan kurikulum Cara Belajar Siswa Aktif ini terdapat kelebihan dan kekurangan yang dapat digunakan untuk evaluasi.
A.    Kelebihan:
1.      Pendekatan pengajaran berpusat pada siswa (student centered).
Pembelajaran berpusat kepada siswa, dimana siswa memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam pembelajaran
2.      Siswa sebagai subyek belajar.
Siswa sebaga subyek belajar, bukan sebagai obyek.Artinya, siswa yang melakukan kegiatan belajar, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator.
3.      Pengembangan berbagai aspek dapat ditangani lebih baik dalam kegiatan belajar-mengajar.
4.      Guru menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum memberikan latihan kepada peserta didik
B.     Kekurangan:
1.         Pada kenyataannya, siswa belum terlibat aktif dalam pembelajaran, karena masih terbiasa dengan kurikulum yang lama.
2.         Dalam penerapannya sering terjadi guru membiarkan peserta didik belajar sendiri atau mengerjakan tugas yang telah diberikannya sementara guru bersantai- santai.
3.         Penjurusan di SMA tidak efektif.
Adapaun penjurusan pada jenjang SMA dinyatakan dalam program A dan B. Program A terdiri dari:
i.      A1, penekanan pada mata pelajaran Fisika
ii.    A2, penekanan pada mata pelajaran Biologi
iii.  A3, penekanan pada mata pelajaran Ekonomi
iv.  A4, penekanan pada mata pelajaran Bahasa dan Budaya



Sedangkan program B adalah program yang mengarah kepada keterampilan kejuruan yang akan dapat menerjunkan siswa langsung berkecimpung di masyarakat. Tetapi mengingat program B memerlukan sarana sekolah yang cukup, maka program ini untuk sementara ditiadakan,




References
Drs. B. Suryosubroto.1990. Tatalaksana Kurikulum. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Joni, T. Raka. 1983. Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA): Implementasi terhadap Sistem Penyampaian. Jakarta: Dep. P dan K.
Soedijarto. 2008. Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita. Jakarta: Penerbit KOMPAS
Sudjana, Nana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif: Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. 
Umar, Jahja. 2004. Pendidikan Nasional dalam Ujian (Bagian kedua, habis). Jakarta: Media Indonesia
Zulkifli. Kurikulum di Indonesia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Matematika di India

Matematika sebagai Ilmu Deduktif

Hilangkan Baper